Total Tayangan Halaman

29 Des 2011

DAMAI ITU = Wani Piro??


DAMAI ITU = Wani Piro??
Oleh : Fathurrohman Al Jupri

Mungkin sebagian dari anda sudah mengerti maksud dari judul tulisan ini. Dahulu orang selalu bilang “Damai Itu Indah” namun kalimat ini sekarang sudah mulai mengalami perubahan, bahkan diantara teman – teman saya ada yang berkata “Damai Itu = Rp. 20.000” hahaha.. memang sedikit mengguyon, tetapi itulah kenyataan yang sedang terjadi di Bumi Pertiwi Indonesia ini.
            Bagi anda yang masih bertanya – Tanya apa maksud dari tulisan saya, tulisan ini adalah sebuah sentilan untuk Hukum di negri kita. Ya mengapa demikian? Sudah menjadi “Rahasia Umum” bahwa penegakan di negri kita ini masih kurang tegas, pandang bulu, dan “wani Piro”
            Saya akan memberikan sebuah contoh kasus yang sangat sering terjadi di kalangan masyarakat, bahkan mungkin anda juga pernah mengalaminya. Yaitu adalah Penilangan, saya akan memberikan sedikit cerita dari pengalaman saya tentang Tilang.
            Pertama kita akan membahas tentang Hukum “wani piro”. Kejadian ini terjadi sekitar beberapa waktu yang lalu, Siang itu saya dan sahabat saya pulang dari monas, setelah mengikuti lomba lari yang di adakan oleh Pemda DKI.
Ketika di jalan raya tiba – tiba kami di suruh menepi oleh seorang petugas, lalu kami pun menepi. Dan setelah itu terjadi percakapan antara teman saya dan Oknum tersebut.
Oknum = O
Teman = T
O : Selamat siang, bisa tunjukkan Surat – Suratnya?
T : (mengambil SIM dan STNK) ini pak.
O : Anda tahu, tadi ada telah menerobos lampu merah.
T : Hah? (kaget) enggak koq pak, orang tadi lampunya masih Hijau.
O : Jangan banyak alasan, ya sudah kamu di tilang saja ya, dan nanti ikut sidang.
T : aduh pak koq di tilang, jangan dong pak.
O : ya udah mau Tilang apa Damai?
T : (berfikir sejenak, lalu mengambil uang 20 ribu) ini pak damai aja.
O : kurang lima ribu.
T : ga ada lagi pak, uang saya ada segitu doing.
O : ya udah sana jalan. Laen kali jangan nerobos lagi ya.
T : iya pak (sambil ngedumel, dan agak kesal, karena ia merasa tidak melanggar lalulintas)
           
            Lalu kami pun melanjutkan perjalanan pulang, dan dalam perjalanan sahabat saya ini masih saja marah – marah karena tidak melanggar malah di tilang.
            itu pengalaman saya dengan sahabat saya saat kami di tilang, dan dapat saya simpulkan kasus di atas adalah contoh hukum “wani piro”, dan saya akan memberikan satu contoh kasus lagi tentang hukum, tetapi ini adalah hukum “Pandang Bulu”.
            Pasti kalian mengerti apa yang di maksud tentang pandang bulu, barang siapa yang banyak bulunya, dialah pemenangnya.. hahahaha.. bukan itu yang dimaksud dengan pandang bulu, yang dimaksdu dengan pandang bulu ialah, seseorang akan memandang orang lain berdasarkan latar belakang orang tersebut, apakah ia seorang pejabat, atau warga sipil biasa.
            Dan di bawah ini adalah pengalaman saya dengan teman saya yang adalah seorang anak dari Keluarga Militer pada saat kami di tilang.
            Kejadian ini masih hangat, alias baru – baru ini terjadi. Kejadiannya pada saat saya dan teman saya pulang kuliah, saya dan teman saya melewati rute yang biasa kami lewati, nah ketika kami sampai di persimpangan lampu merah, di sana itu terkenal macet karena angkot yang berhenti se’enaknya di tengah jalan, dan kami pun terpaksa mencari celah – celah untuk bisa kami lewati, dan ketika kami berhasil melewati kemacetan teman saya melewati lampu yang semula hijau mulai berubah menjadi kuning. Para pengendara motor lainnya menerobos lampu yang masih kuning itu, dan juga teman saya mengikuti para pengendara lain.
            Nah ketika sudah lewat, tepat di depan pos ada petugas yang menginstruksikan kami untuk menepi, saya dan teman saya hanya tersenyum, karena Oknum yang menilang ini sama saja mencari perkara, karena teman saya yang memboncengi saya ini adalah anak dari Keluarga Militer.
            Terjadilah percakapan antara kami.
Teman saya : T
Petugas : P
Saya : S

P : selamat sore, bisa tolong tunjukkan surat – suratnya?
T : (sedikit tersenyum dan memberikan SIM dan STNK)
P : Ayo ikut saya ke pos.
Kami di ajak masuk ke dalam pos. dan di dalam pos Oknum itu mengeluarkan buku tilang.
P : kamu tau, tadi itu lampu merah.
T : lah tadi ijo pak, gara  - angkot pada ngetem aja, jadi saya ketahan keburu merah.
P : ya udah tilang ya, (sambil nulis di buku tilang)
T : sebentar pak saya telpon bapak saya dulu.
T : bang, hape lu ada pulsanya? Sini gua pinjem.
S : ada koq nih.
T : sebentar ya pak saya telpon bapak saya dulu.
P : emangnya bapak kamu kerja di mana?
T : kerja di polsek pak. (sebenarnya yang menjadi Kapolsek adalah pamannya, dan ayahnya adalah seorang Petinggi Militer)
P : oh, bilang dong dari tadi, hampir aja saya tilang (sambil tersenyum nyeringis alias nyengir :D ), ya udah beli’in saya rokok aja 2 bungkus.
(teman saya pergi membeli rokok tetapi hanya sebungkus)
T : nih pak 1 bungkus aja.
P : lain kali hati – hati ya, bahaya nerobos lampu, masih bujangan kan sayang kalo sampe kecelakaan.
Kami : Iya pak.
Lalu setelah kami melanjutkan perjalanan, teman saya berkata “sebenernya tadi gak gua beli’in rokok juga gak papa itu, tapi gua kasihan aja sama dia, hahaha”
saya pun ikut tertawa, karena begitu mudahnya dia menghadapi oknum tersebut, mungkin jika tadi yang ditilang adalah warga biasa itu sudah kena tilang atau Damai wani piro. Hahaha
           
Kejadian di atas adalah beberapa pengalaman saya dengan Oknum, dan dari kejadian itu dapat kita ambil kesimpulan, kita tidak sepenuhnya dapat menyalahkan Oknum, karena masih ada dari mereka yang tidak mau di “sogok”, dan tentang kejadian serupa bukan hanya Oknum nakal yang bersalah, tetapi juga dari diri kita sendiri.
Jika kita bisa taat dan patuh terhadap peraturan – peraturan, kejadian sogok menyogok tidak akan terjadi. Maka dari itu marilah kita bersika Disiplin dan taat pada peraturan – peraturan yang berlaku.

Cukup sekian pengalaman dari saya, mohon maaf jika ada kata – kata yang kurang berkenan, dan tidak ada maksud saya untuk menjelek – jelekkan suatu lembaga atau Oknum dan sebagainya, tetapi saya hanya bertujuan untuk menyadarkan kita semua, bahwa kita harus menghilangkan perilaku yang seperti itu. Dan kuncinya adalah DISIPLIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar