Total Tayangan Halaman

29 Des 2011

Pendidikan itu Tidak Penting


Pendidikan itu Tidak Penting

 Waw.. judul diatas memang bersifat pesimis dan provokatif. Tapi sebagian dari kita masih baranggapan hal  yang serupa akan pendidikan. Kita bahkan sering mendengar pernyataan bahwa buat apa sekolah tinggi-tinggi? toh kalau perempuan ujung-ujungnya di dapur juga. Buat apa punya ijazah? toh pendidikan tinggi tidak menjamin hidup makmur, belum tentu dapat kerja, banyak tu sarjana yang pengangguran! Pendidikan belum tentu menjamin seseorang untuk sukses. Pertanyaan dan anggapan ini masih berkembang di lingkungan masyarakat kita. Cobalah sejenak kita membaca kembali petikan wawancara dengan Bob Sadino, orang yang sukses dalam dunia usaha dan bisnis.
………………..

Siapa guru-guru terbaik anda?
Alam. Saya melihat anak-anak, saya lihat pohon, matahari, jalanan, batu, sekeliling saya aja. Apa orang itu ndak bisa belajar dari batu? Banyak orang tua yang tidak rela anaknya tidak sekolah.

 Mungkin ada kekhawatiran kalau tidak sekolah nanti tidak bisa hidup? 
Apakah mereka tahu dengan sekolah itu anaknya bisa hidup? Apakah nggak sebaliknya, malah karena sekolah dia nggak akan bisa hidup? Kalau saya jadi kamu, segera setelah jadi orang tua, yang saya ingat adalah obrolan saya dengan Bob Sadino. Apakah sekolah itu jaminan bahwa anak itu nanti akan berhasil? Saya hampir pasti kalau kamu jadi orang tua kamu akan paksa anakmu untuk sekolah. Kalau kamu orang tua yang percaya, bahwa dengan sekolah anak itu bisa sukses,  saya cenderung mengkategorikan kamu sebagai orang tua yang tidak bener. Pertama, kamu malas tidak mau mendidik anak sendiri. Kedua, kamu mengandalkan orang lain. Kalau kamu menghendaki anakmu melakukan setiap yang kamu inginkan, kamu orang tua yang paling egois. Bukankah setiap anak itu bebas memilih apa pun yang dia inginkan? Tanpa sadar kamu sedang memperkosa pikiran anakmu. Itu menurut Bob Sadino!
 Ada pemikiran, pendidikan adalah warisan terbaik bagi anak?
Kalau semua orang bilang begitu, saya yang akan bilang tidak! Kamu belum menarik garis sekolah itu apa, belajar itu apa. Alangkah prihatinnya saya. Kasihan sekali pada orang tua yang mendidik anaknya, dengan menyuruh si anak masuk di sebuah ruangan yang dibatasi oleh empat dinding. Bukankah dunia ini lebar? Warisan disempitkan menjadi satu; sekolah. Yang lain-lain nggak dianggap warisan, alangkah sempitnya pemikiran itu. Anak-anak saya ya saya sekolahkan. Tapi setelah itu saya bebaskan, mau apa terserah. Tidak pernah saya paksakan. Dan walau anak-anak saya selesai sekolah, ternyata mereka juga ndak senang sekolah.

 Apakah ide-ide semacam ini bagus untuk orang-orang di bangku sekolah?
Saya selalu mengatakan, bagi mereka yang memaksakan kepingin sukses, jawaban saya sangat sederhana dan sangat tidak populer. Kalau kamu mau sukses, besok kamu berhenti sekolah. Dan jelas tidak ada satu orang pun yang mau nurut kata-kata saya. Padahal dia sedang mencari dan mengejar sukses. Mungkin orang merasa tidak aman jika meninggalkan sekolah dan tidak punya ijazah? Kamu tahu berapa ribu sarjana yang nganggur. Apakah itu aman buat mereka? Kemarin saya ke IPB sedang mewisuda 1.200 sarjana. Dari 1.200 sarjana yang kemarin diwisuda itu, berapa yang dapat pekerjaan, saya tidak tahu. Yang saya tahu hanya beberapa gelintir saja. Artinya kamu menyekolahkan anak untuk mencapai suatu tujuan, yaitu masuk pada suatu tempat yang tidak aman. Itu jelas sebetulnya. Tapi mengapa paradigmanya tidak pernah mau digeser-geser? Karena itu budaya dari nenek moyang. Orang tua maunya gampang. Sebetulnya sekolah  itu hanya wakil saja dari orang tua. Kalau orang tua yang prihatin, ya dia didik sendiri anaknya.
……………….
Pernyataan Bob Sadino merupakan fakta yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Tidak menjamin orang yang memiliki jenjang pendidikan yang tinggi dapat sukses dalam kehidupannya. Sekolah kurang, belum, dan tidak mampu memberikan peluang untuk sukses tadi. Bagi seorang Bob Sadino sekolah BUKAN-lah satu-satunya lembaga pendidikan yang utama bagi pendidikan seorang anak. Tanggung jawab pendidikan terletak pada orang tua. Sekolah bukanlah satu-satunya lembaga pendidikan yang  dapat menghantarkan kesuksesan seseorang. Banyak faktor yang mempengaruh jalan hidup seseorang mencapai kesuksesan.
Benarkah pendidikan itu tidak penting? Pendidikan itu jelas sangatlah penting. Pendidikan tidak hanya didapat dari sekolah. Alam, lingkungan dan pengalaman adalah alat dan lembaga yang mendidik manusia. Agamapun mengajarkan kita untuk menuntut ilmu. Orang tua diperintahkan untuk mengajarkan dan mendidik anak-anaknya. Ilmu tanpa agama itu buta, dan agama tanpa ilmu itu sia-sia.
            Lembaga pendidikan harus sesegera mungkin berbenah diri dari berbagai masalah yang dihadapinya. Sekolah harus menciptkan manusia yang berfikir dinamis tidak statis. Harus mampu membangun jiwa pemimpin bukan jiwa bawahan.
Beberapa persoalan umum yang menjadi pekerjaan rumah untuk diselesaikan antara lain:
  1. Kemiskinan, Gembar-gembor pemerintah dengan memberikan layanan pendidikan gratis masih dianggap rancu dan banyak sekali terjadi penyimpangan. Terutama dalam hal dana (namanya saja Negara korup, apa saja bisa di korup), sehingga masih banyak lapisan masyarakat kita yang tidak bisa merasakan pendidikan yang layak.
  2. Sistem pendidikan, sistem pendidikan haruslah mampu menjamin pemerataan. Mmm, teorinya tapi tidak praktik-nya. Tetap saja si-miskin mendapatkan penolakan-penolakan dari berbagai sekolah. Terutama sekolah yang memiliki “reputasi”.
  3. Tingkah pendidik dan peserta didik. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Slogan yang dirasakan memudar maknanya dengan banyaknya tingkah guru yang mangkir dari tempat tugas (apalagi yang ditempatkan di pelosok desa), banyak guru yang hanya sekedar mengajar (mungkin faktor gaji yang kecil) tanpa mendidik. Siswa sebagai peserta didik masih banyak yang sekolah hanya mengejar nilai dan ijazah. Ini dikarenakan sistem pendidikan hanyalah bersifat formal, yang dicari hanyalah legitimasi sehingga tidak mampu menciptakan generasi yang cakap dan siap terjun di masyarakat.
Nah, pola fikir dan keadaan seperti inilah yang membuat munculnya pertanyaan-pertanyaan serta anggapan di atas tadi. Sekiranya struktur pendidikan itu terjadi pembenahan dan perubahan yang didasarkan kepada memanusiakan manusia sehingga mampu menciptakan manusia yang unggul baik pengetahuan, agama dan keahlian.

DAMAI ITU = Wani Piro??


DAMAI ITU = Wani Piro??
Oleh : Fathurrohman Al Jupri

Mungkin sebagian dari anda sudah mengerti maksud dari judul tulisan ini. Dahulu orang selalu bilang “Damai Itu Indah” namun kalimat ini sekarang sudah mulai mengalami perubahan, bahkan diantara teman – teman saya ada yang berkata “Damai Itu = Rp. 20.000” hahaha.. memang sedikit mengguyon, tetapi itulah kenyataan yang sedang terjadi di Bumi Pertiwi Indonesia ini.
            Bagi anda yang masih bertanya – Tanya apa maksud dari tulisan saya, tulisan ini adalah sebuah sentilan untuk Hukum di negri kita. Ya mengapa demikian? Sudah menjadi “Rahasia Umum” bahwa penegakan di negri kita ini masih kurang tegas, pandang bulu, dan “wani Piro”
            Saya akan memberikan sebuah contoh kasus yang sangat sering terjadi di kalangan masyarakat, bahkan mungkin anda juga pernah mengalaminya. Yaitu adalah Penilangan, saya akan memberikan sedikit cerita dari pengalaman saya tentang Tilang.
            Pertama kita akan membahas tentang Hukum “wani piro”. Kejadian ini terjadi sekitar beberapa waktu yang lalu, Siang itu saya dan sahabat saya pulang dari monas, setelah mengikuti lomba lari yang di adakan oleh Pemda DKI.
Ketika di jalan raya tiba – tiba kami di suruh menepi oleh seorang petugas, lalu kami pun menepi. Dan setelah itu terjadi percakapan antara teman saya dan Oknum tersebut.
Oknum = O
Teman = T
O : Selamat siang, bisa tunjukkan Surat – Suratnya?
T : (mengambil SIM dan STNK) ini pak.
O : Anda tahu, tadi ada telah menerobos lampu merah.
T : Hah? (kaget) enggak koq pak, orang tadi lampunya masih Hijau.
O : Jangan banyak alasan, ya sudah kamu di tilang saja ya, dan nanti ikut sidang.
T : aduh pak koq di tilang, jangan dong pak.
O : ya udah mau Tilang apa Damai?
T : (berfikir sejenak, lalu mengambil uang 20 ribu) ini pak damai aja.
O : kurang lima ribu.
T : ga ada lagi pak, uang saya ada segitu doing.
O : ya udah sana jalan. Laen kali jangan nerobos lagi ya.
T : iya pak (sambil ngedumel, dan agak kesal, karena ia merasa tidak melanggar lalulintas)
           
            Lalu kami pun melanjutkan perjalanan pulang, dan dalam perjalanan sahabat saya ini masih saja marah – marah karena tidak melanggar malah di tilang.
            itu pengalaman saya dengan sahabat saya saat kami di tilang, dan dapat saya simpulkan kasus di atas adalah contoh hukum “wani piro”, dan saya akan memberikan satu contoh kasus lagi tentang hukum, tetapi ini adalah hukum “Pandang Bulu”.
            Pasti kalian mengerti apa yang di maksud tentang pandang bulu, barang siapa yang banyak bulunya, dialah pemenangnya.. hahahaha.. bukan itu yang dimaksud dengan pandang bulu, yang dimaksdu dengan pandang bulu ialah, seseorang akan memandang orang lain berdasarkan latar belakang orang tersebut, apakah ia seorang pejabat, atau warga sipil biasa.
            Dan di bawah ini adalah pengalaman saya dengan teman saya yang adalah seorang anak dari Keluarga Militer pada saat kami di tilang.
            Kejadian ini masih hangat, alias baru – baru ini terjadi. Kejadiannya pada saat saya dan teman saya pulang kuliah, saya dan teman saya melewati rute yang biasa kami lewati, nah ketika kami sampai di persimpangan lampu merah, di sana itu terkenal macet karena angkot yang berhenti se’enaknya di tengah jalan, dan kami pun terpaksa mencari celah – celah untuk bisa kami lewati, dan ketika kami berhasil melewati kemacetan teman saya melewati lampu yang semula hijau mulai berubah menjadi kuning. Para pengendara motor lainnya menerobos lampu yang masih kuning itu, dan juga teman saya mengikuti para pengendara lain.
            Nah ketika sudah lewat, tepat di depan pos ada petugas yang menginstruksikan kami untuk menepi, saya dan teman saya hanya tersenyum, karena Oknum yang menilang ini sama saja mencari perkara, karena teman saya yang memboncengi saya ini adalah anak dari Keluarga Militer.
            Terjadilah percakapan antara kami.
Teman saya : T
Petugas : P
Saya : S

P : selamat sore, bisa tolong tunjukkan surat – suratnya?
T : (sedikit tersenyum dan memberikan SIM dan STNK)
P : Ayo ikut saya ke pos.
Kami di ajak masuk ke dalam pos. dan di dalam pos Oknum itu mengeluarkan buku tilang.
P : kamu tau, tadi itu lampu merah.
T : lah tadi ijo pak, gara  - angkot pada ngetem aja, jadi saya ketahan keburu merah.
P : ya udah tilang ya, (sambil nulis di buku tilang)
T : sebentar pak saya telpon bapak saya dulu.
T : bang, hape lu ada pulsanya? Sini gua pinjem.
S : ada koq nih.
T : sebentar ya pak saya telpon bapak saya dulu.
P : emangnya bapak kamu kerja di mana?
T : kerja di polsek pak. (sebenarnya yang menjadi Kapolsek adalah pamannya, dan ayahnya adalah seorang Petinggi Militer)
P : oh, bilang dong dari tadi, hampir aja saya tilang (sambil tersenyum nyeringis alias nyengir :D ), ya udah beli’in saya rokok aja 2 bungkus.
(teman saya pergi membeli rokok tetapi hanya sebungkus)
T : nih pak 1 bungkus aja.
P : lain kali hati – hati ya, bahaya nerobos lampu, masih bujangan kan sayang kalo sampe kecelakaan.
Kami : Iya pak.
Lalu setelah kami melanjutkan perjalanan, teman saya berkata “sebenernya tadi gak gua beli’in rokok juga gak papa itu, tapi gua kasihan aja sama dia, hahaha”
saya pun ikut tertawa, karena begitu mudahnya dia menghadapi oknum tersebut, mungkin jika tadi yang ditilang adalah warga biasa itu sudah kena tilang atau Damai wani piro. Hahaha
           
Kejadian di atas adalah beberapa pengalaman saya dengan Oknum, dan dari kejadian itu dapat kita ambil kesimpulan, kita tidak sepenuhnya dapat menyalahkan Oknum, karena masih ada dari mereka yang tidak mau di “sogok”, dan tentang kejadian serupa bukan hanya Oknum nakal yang bersalah, tetapi juga dari diri kita sendiri.
Jika kita bisa taat dan patuh terhadap peraturan – peraturan, kejadian sogok menyogok tidak akan terjadi. Maka dari itu marilah kita bersika Disiplin dan taat pada peraturan – peraturan yang berlaku.

Cukup sekian pengalaman dari saya, mohon maaf jika ada kata – kata yang kurang berkenan, dan tidak ada maksud saya untuk menjelek – jelekkan suatu lembaga atau Oknum dan sebagainya, tetapi saya hanya bertujuan untuk menyadarkan kita semua, bahwa kita harus menghilangkan perilaku yang seperti itu. Dan kuncinya adalah DISIPLIN.

Didiklah Anakmu, Karena Ia Tidak Hidup Di Zamanmu


Didiklah Anakmu, Karena Ia Tidak Hidup Di Zamanmu
Oleh : Fathurrohman Al Jufri
Setiap orang memilik Agama dan Kepercayaan masing – masing. Sama halnya dengan masyarakat Indonesia. Pada zaman dahulu sebelum masuknya hindu – budha ke Indonesia, masyarakat kita menganut beberapa kepercayaan, diantaranya adalah Animisme, Dinamisme, dan Atheisme.
            Animisme berarti percaya kepada roh – roh nenek moyang, dan sampai sekarang beberapa suku pedalaman di Indonesia masih menganut animisme. Lalu Dinamisme, yaitu berarti percaya pada benda – benda gaib, ini sama seperti kebanyakan orang kejawen yang mempercayai benda – benda gaib. Dan terakhir adalah Atheisme, yaitu tidak percaya adanya tuhan, penganut atheisme memang bisa di bilang jarang, tetapi di luar sana banyak sekali orang yang menganut aliran ini, kebanyakan dari mereka adalah para ahli filsafat dan para ilmuwan.
            Lalu beberapa abad kemudian, agama – agama masuk ke Indonesia seperti Hindu, Budha, Islam, dan Kritsen. Dan sampai saat ini ada 6 agama di Indonesia yang di akui, diantaranya Islam, Hindu, Budha, Kristen Protestan, Katholik, dan Kong hu zhe (kong hu cu).
            Sangatlah penting seseorang untuk memiliki agama, karena agama adalah pedoman untuk hidup, di dalam agama terdapat aturan – aturan yang harus ditaati oleh pemeluknya, jika ia mematuhi aturan tersebut, maka dia akan mendapat hidup yang tentram, jika ia tidak taat atau melawan aturan tersebut, maka ia akan mendapat dosa dan hidupnya pun tidak akan tentram dunia – akhirat.
            Seperti pada kasus para remaja yang suka mabuk – mabukan, narkoba, berjudi dan sex bebas. Itu semua adalah karena merak tidak memiliki bekal pengetahuan agama yang cukup, untuk dari itu di perlukan peran orangtua untuk mengajarkan para anaknya agar bisa mengetahui lebih mendalam tentang Agama.
            Apabila ia seorang muslim, maka wajib hukumnya bagi orangtua untuk mendidik ilmu agamanya, orangtua perlu memberitahu anaknya tentang, rukun dan hukum – hukum Islam, seperti mengajarkan anaknya bagaimana tata cara sholat, membaca Al-Qur’an dan Puasa. Orangtua pun perlu memberitahu tentang aturan – aturan dalam Islam, anak di beri pengetahuan bahwa mencuri itu adalah perbuatan dosa, lalu orang yang berdosa akan masuk neraka, agar si anak bisa mengetahui sebab dan akibat jika ia melakukan hal – hal yang tidak baik.Jika orangtua gagal dalam mendidik anaknya, maka di akhirat kelak ia akan di mintai tanggung jawabnya sebagai orangtua.
            Jika orangtua tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengajarkan tentang agama kepada anak mereka, maka para orangtua bisa menitipkan anaknya ke pesantren atau menyuruh anaknya mengaji di masjid – masjid di sekitar rumah, karena ini lebih baik ketimbang membiarkan anak tumbuh tanpa pengetahuan agama.
Rasulullah SAW bersabda : “Didiklah anakmu, karena ia tidak hidup di zamanmu.”

Dari hadist tersebut kita bisa dapat simpulkan, bahwa orangtua harus mendidik anaknya seiring dengan perkembangan zaman. Jika tidak, maka si anak bisa terjerumus ke hal – hal yang buruk. Contohnya seperti yang terjadi sekarang ini, banyak para remaja yang berperilaku menyimpang, seperti narkoba, berjudi, dan sex bebas.
            Ironis memang, tapi faktanya sekarang dikalangan remaja sex bebas menjadi hal yang biasa, bahkan ada sebagian diantara mereka yang beranggapan bahwa itu adalah suatu keharusan. Dan baru - baru ini banyak remaja yang melakukan hubungan lanyaknya suami istri lalu mereka rekam melalui video. Jelas ini adalah kebobrokan Moral. Mereka tidak menyadari bahwa perbuatan yang telah mereka lakukan adalah perbuatan Zinah yang di Laknat oleh Allah SWT.
Padahal jelas – di dalam Islam, bahwa zinah adalah perbuatan yang di laknat Allah, dan dosanya pun sangatlah besar. Di dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa orang yang melakukan perbuatan zinah. Maka di akhirat nanti ia akan di siksa di neraka dengan cara kemaluan mereka akan di tusuk menggunakan besi yang telah di panaskan lalu di tusuk hingga tembuk ke ubun – ubun mereka, Nauzubillah Min Zalik.
            Tetapi diantara mereka ada yang beranggapan, bahwa itu kan nanti di neraka, toh di dunia mereka tidak mendapat siksa. Ya beruntung bagi mereka yang hidup di Indonesia (kecuali di aceh), karena di Indonesia orang yang berzina hanya dikenakan pidana kurungan selama beberapa tahun. Itu tidak akan membuat mereka jera. Coba saja jika mereka tinggal di Negara – Negara timur tengah, pastilah mereka akan mendapat hukuman cambuk 100 kali, bahkan di Rajam (mereka di ikat, lalu di lempari dengan batu)
            itu adalah contoh dari kenakalan semasa remaja. Lalu bagaimana jika mereka beranjak dewasa? Kebanyakan dari mereka (orang yang tidak taat beragama) pada masa dewasa akan banyak melakukan perbuatan yang tidak baik. Contoh seperti korupsi, selingkuh, merampok.
            Orang yang kerap korupsi adalah orang yang tidak taat agama, bahkan bisa di bilang mereka adalah orang – orang yang tidak takut dosa. Mereka hanya berfikir, selama masih ada kesempatan korupsi, maka mereka melakukannya, jika nanti sudah tua atau memasuki penghujung usia, barulah mereka bertaubat.
            Lihat betapa Percaya dirinya mereka, mereka akan taubat saat nanti tua, memanya mereka tahu kalau umur mereka akan panjang? Padahal masalah umur hanya Allah yang tahu. Itulah dampak dari seseorang jika ia tidak memiliki pengetahuan agama yang memadai. Jika para orangatua tetap tidak memperhatikan anaknya, maka jangan heran jika kelak mereka menjadi perusak moral bangsa ini.
            Adapula dampak bagi orang awam yang tidak dibekali dengan pengetahuan agama dari kecil. Seperti kejadian baru – baru ini, munculnya aliran sesat yang menjerumuskan orang kedalam sesuatu yang sesat. Seperti mereka mengatasnamakan jihad untuk membela Islam, padahal kebanyakan dari mereka tidak mengetahu apa itu arti jihad yang sebenarnya.
            Alhasil mereka melakukan apa yang pimpinan mereka perintahkan untuk mereka, seperti membuat terror dimana – mana dengan cara meledakan bom di tempat yang mereka anggap sebagai sarang orang kafir. Padahal tindakan mereka tidaklah dianggap benar, karena Islam tidak mengajarkan kekerasan.
            Ada juga aliran yang menyesatkan syariat Islam, mereka sering membid’ah kan sesuatu, padahal mereka sendiri sering melakukan bid’ah tersebut. Dan mereka membuat pertentangan bagi sesama penganut agama Islam.
            Maka saya tekankan sekali lagi bagi para orangtua untuk mendidik anaknya di jalan yang benar, Karen jika melenceng sedikit maka bisa menimbulkan kesesatan untuk mereka. Saya sendiri merasa amat sangat beruntung memiliki orangtua seperti orangtua saya, terlebih kepada ayah saya, saya merasa bangga dan beruntung karena ayah saya adalah orang yang mengerti dan faham tentang Islam.
            Ayah saya sudah mulai mendidik saya dari kecil, beliau mengajarkan saya tata cara sholat yang benar, membaca Al – Qur’an yang faseh, dan mengajarkan saya tentang sunah – sunah di dalam Islam. Alhasil bersyukur saya sampai saat ini tidak terjerumus kedalam hal – hal yang negatif. Padahal diantara teman saya, kebanyakan dari mereka adalah perokok dan suka minum – minuman keras. Tetapi kenapa sampai saat ini saya tidak terpengaruh oleh mereka? Ya itu semua karena Ayah saya, beliau selalu mengingatkan saya. Bahwa neraka itu ada. Dan Ayah saya pernah berkata “Mungkin saya tidak melihat yang kamu lakukan, tetapi ingat, bahwasanya Allah selalu melihat apa yang kamu lakukan.”
            Cukup sekian tulisan dari saya, mohon maaf jika ada kata – kata yang kurang berkenan. Dan tidak ada maksud dari saya untuk menyindir atau menyerang orang – orang tertentu. Yang saya harapkan dari tulisan ini ialah, agar para orangtua selalu mendidik anaknya.
NO SARA, NO OFFENS, NO FLAME . sekian dan wassalamua’laikum wr.wb.

Pemuda dan Perubahan

Pemuda dan Perubahan

“Berikan saya 10 orang pemuda maka akan saya cabut semeru dari akarnya” –bung karno_
Dari kedua kata-kata tersebut terlitas di benak saya..sehebat itukah para pemuda? Sekuat itukah mereka? Jawabannya “YA!”

Tetapi ironisnya hari ini sebuah konsep kepemudaan Nampaknya sudah sangat jauh dari harapan..saemakin majunya era globalisasi semakin majunya teknologi justru semakin membuat para pemuda menjadi apatis, hedonis dan kurang peka terhadap sesama..
Banyak dari para pemuda lebih suka berpergian ke tempat perbelanjaan dari pada ke tempat-tempat yg menabah wawasan seperti seminar, workshop dan sejenisnya
Banyak dari para pemuda lebih suka tidur dan bermalas-malasan menikmati berbagai macam gadget terbarunya atau mungkin sedang asik dibuai oleh jejaring sosial yg semakin menjamur akhir ini ini.

Daripada mereka harus ikut berpartisipasi dengan kegiatan-kegiatan sosial di lingkungannya seperti karang taruna remaja ataupun sekedar temu kumpul dengan para pemuda dilingkungannya..
Banyak pula dari pemuda lebih mudah terpancing emosi, mudah putus asa, mudah “galau” .

Sebenarnya mental seperti inilah yang seharusny di ubah karena jangan sesekali kita menyalahkan para tetua kita yang sedang memimpin disana dengan kemalasan atau dengan sikapnya disana tetapi mental seperti inilah yang nantinya akan membentuk kita seperti mereka.

Ada baiknya para pemuda mencoba untuk menjadikan semangat sebagai sebuah passion tersendiri di dalamnya , menjadikan hal-hal positif sebagai moodboaster pemacunya juga menjadikan kepedulian sebagai triggernya.

Apa yg salah? Sahabatku..sebagai pemuda ada baiknya kita melakukan hal yg bermanfaat untuk sesama..beberapa hari lagi menjelang hari sumpah pemuda 28 oktober. Andai pemuda saat ini berada di tahun ketika para pemuda yang tergabung dalam budi oetomo saya tidak habis berfikir apakah negara ini akan merdeka? Apakah masih ada yang namanya sebuah ikrar sumpah pemuda? andai para kaum muda dahulu bersikap apatis terhadap sebuah momentum yang terjadi di hadapan mereka mungkin mereka kaum muda tidak akan menculik dan memaksa soekarno untuk mempercepat kemerdekaan..dan masih banyk kemungkinan yg akan berubah dari sejarah yg seharusnya..andai sifat apatis masih ada dalam jiwa para pemuda.

andai mereka para pemuda masih terus bersikap apatis dan hedonis..saya rasa mungkin tidak akan adanya sebuah kemerdekaan, tidak ada pula yang namanya ikrar janji sumpah pemuda..karena perlu kalian ketahui aktor di balik kemerdekaan adalah para pemuda begitu pula janji sumpah pemuda yang di ikrarkan oleh para pemuda 28 Oktober 1928..merekalah para pemuda..sama seperti kita..
Bayangkan dengan para pemuda tempo dulu yg rela mengorbakna darah, tenaga dan pikirannya demi sebuah kemerdekaan,,,bayangkan mereka yg tidak bersekolah namu tetap ingin berjuang untuk medapatkan ilmu…bayangkan sahabatku..

System,pola pikir atau arus kemajuan jaman yang harus disalahkan?
Adanya beberapa kelompok-kelompok kepemudaan dan golongan-golongan pemuda yang masih peduli akan perubahan yang peduli akan sesama saat ini diharapkan bisa memajukan paling tidak menumbuhkan rasa sadar dalam diri para pemuda akan rasa cinta berbangsa, bernegara juga kepada sesame umat manusia..juga kerinduaan akan sebuah kemajuan tanpa harus ikut dan tersapu arus kemajauan jaman..dengan sikap hedonis dan keapatisannya
Saya cukup bangga dengan kebijakan pemerintah korea selatan yg mengadakan wajib militer untuk para pemuda dalam rangka cinta dan bela Negara..dan hasilnya terlihat korea yg dulunya adalah bekas Negara pertikaian antar saudara (utara dan selatan) bisa menjadi salah satu macan asia yg cukup dikenal didunia..

Saya rindu akan cerita ayah saya yg mencertiakan bahwa dahulu Indonesia adalah macan asia..indonesia dikenal dan di hormati di dunia..
Malaysia dan singapura dahulupun banyak belajar dari kita tetapi mengapa sekarang justru merekalah yang lebih berkembang maju?

Hari ini saya merasa Indonesia dengan populasi lebih dari 200jt penduduk dengan asumsi penduduk terbesar ke 3 di dunia bersikap lemah dan lembek terhadap intervensi asing..Dewasanya Negara-negara tetangga yang memiliki jumlah penduduk lebih sedikit daripada Indonesia lebih berani ikut mengintervensi dari luar..kasus yg sengat menampar ialah mengenai batas wilayah, pengambil alihan seni dan kebudayaan secara diam-diam, pencurian di zona maritime, pengurasan sumber daya alam yg terus menerus dan sebagainya..membuat saya miris dengan keadaan Indonesia yg sekarang tanpa perlawanan dan seolah menutup telinga akan teriakan perlawanan membela harga diri negeri sendiri..
Apakah Indonesia kita akan terus seperti ini wahai kalian pemuda?

Entahlah saya Cuma berharap bahwa dari 200jt lebih rakyat indonesia dan faktanya 60% dari mereka adalah dari golongan yg produktif..saya berharap paling tidak masih ada agen-agen perubah yg masih peduli dengan Negara ini..dengan kemajuan bangsa ini..peduli dengan kemiskinan negeri ini..peduli dengan nasib pendidikan negeri ini yang semakin menurun.semoga dan semoga..

Saya sangat yakin harapan itu masih ada..bukan ditangan mereka kaum tua tetapi dari dan untuk kita kaum muda..Ayo bangun, bangkit dan lihatlah wahai pemuda, negeri ini membutuhkan kita, negeri ini mengharapkan kita untuk mengangkat marabat dan kedigdayaan negeri ini seperti dahulu..
Ayoo para pemuda mari kita buat perubahaan paling tidak dari diri sendiri, keluarga orang terdekat, lingkungan sekitar dan jauh kedapannya suatu saat nanti untuk bangsa ini..amin
Salam Pemuda..Salam Perubahan..