Total Tayangan Halaman

29 Des 2011

Bedanya Hidup Di Kota Dengan Di Desa


Bedanya Hidup Di Kota Dengan Di Desa
 oleh : Fathurrohman Al Jufri
Kali ini saya akan membahas tentang perbedaan yang terjadi antara hidup di kota dengan di desa. Mungkin sebagian orang pernah mengalami perbedaan ini, apalagi bagi mereka yang hijrah dari desa ke kota. Nanti saya akan membahas sebab – sebab kenapa orang yang tinggal di desa sangat ingin pergi dan di kota.
Kita mulai dengan kehidupan di desa, kehidupan di desa pada dasarnya hampir sama dengan kehidupan di kota, tetapi yang membedakan adalah situasi alam, di desa masih sangat asri, banyak kebun dan sawah, hampir tidak ada bangunan gedung – gedung pencakar langit seperti di kota, dan suasana di sini pun sangat tenang, jauh dari kebisingan dan kesibukan.
Sebagian besar penduduk desa bekerja sebagai petani / nelayan, mereka menggarap sawah dan kebun, memanfaatkan semua hasil alam sekitar. Sebenarnya masyarakat desa sudah senang hidup di desa yang jauh dari kebisingan, tetapi mereka juga membutuhkan sarana yang memadai untuk memudahkan mereka, seperti jalan aspal dan jembatan, karena pada umumnya jalan di desa masih berupa tanah yang di Tanami batu – batu oleh warga, di sinilah di butuhkan peran pemerintah sekitar dan pemerintah pusat untuk lebih memperhatikan masyarakat desa, agar pembangunan nasional merata.
Berbicara soal Pembangunan nasional saya teringat pada kampung halaman ayah saya yaitu di Pulau Kelapa, Kepulauan seribu. Penduduk di pulau ini sangat padat, sebagian besar penduduknya bekerja sebagai Nelayan. Di sana masih belum ada listrik, listik disana berasal dari mesin diesel yang besar, dan mesin itu pun hanya beroprasi pada pukul 17.00 sampai pukul 06.30, jadi di siang hari mesin itu tidak beroprasi, dengan kata lain listrik tidak menyala di siang hari. Tetapi jika mesin diesel mengalami gangguan / rusak, maka siang dan malam listrik tidak menyala. Bayangkan betapa sengsaranya? Sangat tidak nyaman, karena saya pernah mengalami hal ini.
Berbeda dengan pulau tetangganya, yaitu Pulau Harapan. Listrik di pulau ini juga berasal dari mesin diesel, tetapi yang membedakan adalah lisrtik di sana nyala terus alias non stop. Mengapa bisa terjadi? Jawabannya cukup sederhana, yaitu karena jumlah penduduk di Pulau harapan sedikit, hanya sekitar 30% dari jumlah penduduk di Pulau Kelapa.
Pemerintah terus mengupayakan pemerataan pembangunan nasional untuk Pulau – Pulau yang berada di sebrang Utara Jakarta ini. Tetapi pembangunan ini kerap kali mendapatkan hambatan dari orang – orang yang tidak bertanggung jawab, contohnya listrik di Pulau Untung Jawa, P. tidung, dan P. Panjang, di pulau – pulau ini sudah di aliri listrik dengan bantuan Kabel listrik yang di tanam di dasar laut, tetapi masalah sering saja terjadi, yaitu ada saja yang mengambil kabel listrik tersebut, sehingga listik mengalami konsleting.
Para pencuri ini mengambil tembaga untuk di jual kembali, mereka hanya memikirkan keuntungan pribadi tanpa berfikir dampak yang akan terjadi karena perbuatan mereka. Selain merugikan warga, mereka pun menghambat laju proses Pembangunan Nasional.
Itulah yang saya ketahui tentang pembangunan nasional. Dan sekarang saya akan membahas tentang sikap dan perilaku masyarakat desa.
Pada umumnya masyarakat desa adalah masyarakat yang berisikan orang – orang yang sopan, dan mereka masih menghormati norma – norma yang berlaku di masyarakat. Kebanyakan dari mereka hidup harmonis dengan tetangganya, mereka saling membantu dalam segala hal. Misalnya dalam hal kebersihan lingkungan, mereka tidak segan – segan untuk kerja bakti, mereka melakukannya dengan gotong royong. Ketika para Suami sedang kerja bakti, maka para Istri menyiapkan makanan untuk para Suami yang sedang bekerja bakti. Setelah kerja bakti selesai mereka berkumpul di sebuah sanggar atau saung untuk beristirahat dan duduk bersama dengan warga lainnya untuk menyantap hidangan yang telah di buat oleh istri meraka. Begitu indahnya bukan?
Selain kerja bakti dalam masalah kebersihan lingkungan, mereka pun gotong royong dalam hal keamanan, dengan cara melakukan Ronda bersama. masing – masing dari mereka mendapat jatah ronda, dan mereka pun dengan senang hati melakukan hal itu bersama – sama dengan niat menjaga keamanan kampung mereka pada malam hari.
Dalam masalah religius juga mereka sangat kuat, jika mereka beragama Islam, maka mereka semua sangat rajin sholat berjamaah dan mengaji bersama. apalagi pada saat bulan suci ramadhan, pada malam hari setelah sholat tarawih, mereka pasti langsung melanjutkannya dengan tadarus bersama.
Begitu indahnya hidup di desa, tetapi mengapa tidak sedikit dari mereka pergi mengadu nasib ke kota – kota besar? Tidak lain dan tidak bukan adalah karena masalah ekonomi, dengan tujuan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, mereka mengadu nasibnya ke kota.
Itulah gambaran kehidupan di desa, bagaimana dengan kehidupan di kota? Ketika anda mendengar tentang masyarakat kota, pasti yang ada di benak anda adalah kemewahan, elegan, dan serba wah. Tetapi semua masyarakat kota seperti itu, ada juga diantara mereka yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Perbedaan hidup di kota dengan di desa adalah, sarana dan prasarana di kota lebih lengkap dan memadai, sehingga warga kota lebih mudah untung mendapatkan fasilitas yang diinginkan. Tetapi di kota kehidupannya jauh lebih sibuk dan suasananya bising, tidak setenang di desa.
Selain itu masyarakat kota juga kurang peka terhadap sekitar, mereka lebih mementingkan diri sendiri, kejadian seperti ini bisa anda lihat di komple perumahan – perumahan mewah, mereka hidup seperti tidak memiliki tetangga. Kegiatan mereka hanyalah bekerja, pulang dari kerja langsung masuk kerumah, dan apabila pada saat hari libur tidak jarang diantara mereka menghabiskan waktunya di dalam rumah untuk istirahat, dan mereka pun sangat jarang bersosialisasi dengan tetangganya.
Dan apabila ada kegiatan gotong royong, mereka biasanya hanya ingin membayar uang kebersihan, tanpa mau turun ke lapangan untuk kerja bakti. Dan mereka tidak ingin mendapat giliran ronda, mereka hanya ingin membayar upah ronda kepada petugas keamanan. Inilah perbedaannya dengan warga desa. Warga yang seperti ini terkesan arogan. Tetapi tidak semua warga kota seperti itu, ada beberapa di antara mereka yang masih menjaga keakraban dengan tetangganya.
Lalu bagaimana dengan sisi religiusnya? Seperti halnya manusia, mereka ada yang taat dan juga ada yang tidak, tetapi perbedaan ketaatan religius masyarakat kota pada umumnya adalah pada kegiatan pengajian, jika masyarakat desa sangat sering dan rajin dating ke pengajian, maka beberapa masyarakat kota sangat jarang yang dating ke pengajian, jika pemuda di desa sangat rajin dan suka meluangkan waktunya untuk tadarusan bersama, maka beberapa pemuda di kota sangat jarang, mereka lebih memilih menghabiskan waktu di café, mall, dan tempat hiburan lainnya. Jika pemuda di desa lebih sering membantu orang tua, maka pemuda di kota lebih sering menyusahkan orangtua dan lebih suka menghamburkan uang orang tua. Tetapi itu semua kepada individu masing – masing. Jika ia adalah orang yang pada dasarnya taat beragama, maka tak perduli di kota maupun desa, ia tetap rajin dalam hal ibadah dan juga tidak akan menyusahkan orang tua.
Itulah perbedaan gaya hidup masyarakat kota dengan masyarakat desa. Jika ada kesalahan kata dan masih banyak kekurangan dalam tulisan saya, mohon maaf. Sekian dari saya dan terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar