Bedanya Hidup Di
Kota Dengan Di Desa
oleh : Fathurrohman Al Jufri
Kali ini saya akan membahas tentang
perbedaan yang terjadi antara hidup di kota dengan di desa. Mungkin sebagian
orang pernah mengalami perbedaan ini, apalagi bagi mereka yang hijrah dari desa
ke kota. Nanti saya akan membahas sebab – sebab kenapa orang yang tinggal di
desa sangat ingin pergi dan di kota.
Kita mulai dengan kehidupan di desa,
kehidupan di desa pada dasarnya hampir sama dengan kehidupan di kota, tetapi
yang membedakan adalah situasi alam, di desa masih sangat asri, banyak kebun
dan sawah, hampir tidak ada bangunan gedung – gedung pencakar langit seperti di
kota, dan suasana di sini pun sangat tenang, jauh dari kebisingan dan
kesibukan.
Sebagian besar penduduk desa bekerja
sebagai petani / nelayan, mereka menggarap sawah dan kebun, memanfaatkan semua
hasil alam sekitar. Sebenarnya masyarakat desa sudah senang hidup di desa yang
jauh dari kebisingan, tetapi mereka juga membutuhkan sarana yang memadai untuk
memudahkan mereka, seperti jalan aspal dan jembatan, karena pada umumnya jalan
di desa masih berupa tanah yang di Tanami batu – batu oleh warga, di sinilah di
butuhkan peran pemerintah sekitar dan pemerintah pusat untuk lebih
memperhatikan masyarakat desa, agar pembangunan nasional merata.
Berbicara soal Pembangunan nasional saya
teringat pada kampung halaman ayah saya yaitu di Pulau Kelapa, Kepulauan
seribu. Penduduk di pulau ini sangat padat, sebagian besar penduduknya bekerja
sebagai Nelayan. Di sana masih belum ada listrik, listik disana berasal dari mesin
diesel yang besar, dan mesin itu pun hanya beroprasi pada pukul 17.00 sampai
pukul 06.30, jadi di siang hari mesin itu tidak beroprasi, dengan kata lain
listrik tidak menyala di siang hari. Tetapi jika mesin diesel mengalami
gangguan / rusak, maka siang dan malam listrik tidak menyala. Bayangkan betapa
sengsaranya? Sangat tidak nyaman, karena saya pernah mengalami hal ini.
Berbeda dengan pulau tetangganya, yaitu
Pulau Harapan. Listrik di pulau ini juga berasal dari mesin diesel, tetapi yang
membedakan adalah lisrtik di sana nyala terus alias non stop. Mengapa bisa
terjadi? Jawabannya cukup sederhana, yaitu karena jumlah penduduk di Pulau
harapan sedikit, hanya sekitar 30% dari jumlah penduduk di Pulau Kelapa.
Pemerintah terus mengupayakan pemerataan
pembangunan nasional untuk Pulau – Pulau yang berada di sebrang Utara Jakarta
ini. Tetapi pembangunan ini kerap kali mendapatkan hambatan dari orang – orang
yang tidak bertanggung jawab, contohnya listrik di Pulau Untung Jawa, P.
tidung, dan P. Panjang, di pulau – pulau ini sudah di aliri listrik dengan
bantuan Kabel listrik yang di tanam di dasar laut, tetapi masalah sering saja
terjadi, yaitu ada saja yang mengambil kabel listrik tersebut, sehingga listik
mengalami konsleting.
Para pencuri ini mengambil tembaga untuk
di jual kembali, mereka hanya memikirkan keuntungan pribadi tanpa berfikir
dampak yang akan terjadi karena perbuatan mereka. Selain merugikan warga,
mereka pun menghambat laju proses Pembangunan Nasional.
Itulah yang saya ketahui tentang
pembangunan nasional. Dan sekarang saya akan membahas tentang sikap dan
perilaku masyarakat desa.
Pada umumnya masyarakat desa adalah
masyarakat yang berisikan orang – orang yang sopan, dan mereka masih
menghormati norma – norma yang berlaku di masyarakat. Kebanyakan dari mereka
hidup harmonis dengan tetangganya, mereka saling membantu dalam segala hal.
Misalnya dalam hal kebersihan lingkungan, mereka tidak segan – segan untuk
kerja bakti, mereka melakukannya dengan gotong royong. Ketika para Suami sedang
kerja bakti, maka para Istri menyiapkan makanan untuk para Suami yang sedang
bekerja bakti. Setelah kerja bakti selesai mereka berkumpul di sebuah sanggar
atau saung untuk beristirahat dan duduk bersama dengan warga lainnya untuk
menyantap hidangan yang telah di buat oleh istri meraka. Begitu indahnya bukan?
Selain kerja bakti dalam masalah
kebersihan lingkungan, mereka pun gotong royong dalam hal keamanan, dengan cara
melakukan Ronda bersama. masing – masing dari mereka mendapat jatah ronda, dan
mereka pun dengan senang hati melakukan hal itu bersama – sama dengan niat
menjaga keamanan kampung mereka pada malam hari.
Dalam masalah religius juga mereka
sangat kuat, jika mereka beragama Islam, maka mereka semua sangat rajin sholat
berjamaah dan mengaji bersama. apalagi pada saat bulan suci ramadhan, pada
malam hari setelah sholat tarawih, mereka pasti langsung melanjutkannya dengan
tadarus bersama.
Begitu indahnya hidup di desa, tetapi
mengapa tidak sedikit dari mereka pergi mengadu nasib ke kota – kota besar?
Tidak lain dan tidak bukan adalah karena masalah ekonomi, dengan tujuan untuk
mendapatkan hidup yang lebih baik, mereka mengadu nasibnya ke kota.
Itulah gambaran kehidupan di desa,
bagaimana dengan kehidupan di kota? Ketika anda mendengar tentang masyarakat
kota, pasti yang ada di benak anda adalah kemewahan, elegan, dan serba wah.
Tetapi semua masyarakat kota seperti itu, ada juga diantara mereka yang masih
hidup di bawah garis kemiskinan.
Perbedaan hidup di kota dengan di desa
adalah, sarana dan prasarana di kota lebih lengkap dan memadai, sehingga warga
kota lebih mudah untung mendapatkan fasilitas yang diinginkan. Tetapi di kota
kehidupannya jauh lebih sibuk dan suasananya bising, tidak setenang di desa.
Selain itu masyarakat kota juga kurang
peka terhadap sekitar, mereka lebih mementingkan diri sendiri, kejadian seperti
ini bisa anda lihat di komple perumahan – perumahan mewah, mereka hidup seperti
tidak memiliki tetangga. Kegiatan mereka hanyalah bekerja, pulang dari kerja
langsung masuk kerumah, dan apabila pada saat hari libur tidak jarang diantara
mereka menghabiskan waktunya di dalam rumah untuk istirahat, dan mereka pun
sangat jarang bersosialisasi dengan tetangganya.
Dan apabila ada kegiatan gotong royong,
mereka biasanya hanya ingin membayar uang kebersihan, tanpa mau turun ke
lapangan untuk kerja bakti. Dan mereka tidak ingin mendapat giliran ronda,
mereka hanya ingin membayar upah ronda kepada petugas keamanan. Inilah
perbedaannya dengan warga desa. Warga yang seperti ini terkesan arogan. Tetapi
tidak semua warga kota seperti itu, ada beberapa di antara mereka yang masih
menjaga keakraban dengan tetangganya.
Lalu bagaimana dengan sisi religiusnya?
Seperti halnya manusia, mereka ada yang taat dan juga ada yang tidak, tetapi
perbedaan ketaatan religius masyarakat kota pada umumnya adalah pada kegiatan
pengajian, jika masyarakat desa sangat sering dan rajin dating ke pengajian,
maka beberapa masyarakat kota sangat jarang yang dating ke pengajian, jika
pemuda di desa sangat rajin dan suka meluangkan waktunya untuk tadarusan
bersama, maka beberapa pemuda di kota sangat jarang, mereka lebih memilih
menghabiskan waktu di café, mall, dan tempat hiburan lainnya. Jika pemuda di
desa lebih sering membantu orang tua, maka pemuda di kota lebih sering
menyusahkan orangtua dan lebih suka menghamburkan uang orang tua. Tetapi itu
semua kepada individu masing – masing. Jika ia adalah orang yang pada dasarnya
taat beragama, maka tak perduli di kota maupun desa, ia tetap rajin dalam hal
ibadah dan juga tidak akan menyusahkan orang tua.
Itulah perbedaan gaya hidup masyarakat
kota dengan masyarakat desa. Jika ada kesalahan kata dan masih banyak kekurangan
dalam tulisan saya, mohon maaf. Sekian dari saya dan terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar